Rina Sukasih
14209487/ 4EA11
1. Pengertian Etika dan Moral
a.Pengertian
Etika
Menurut bahasa Yunani
Kuno, etika berasal dari kata ethikos yang berarti “timbul
dari kebiasaan”. Etika adalah cabang utama filsafat yang mempelajari nilai atau
kualitas yang menjadi studi mengenai standar dan penilaian moral. Etika
mencakup analisis dan penerapan konsep seperti benar, salah, baik, buruk, dan
tanggung jawab. Etika terbagi menjadi tiga bagian utama: meta-etika (studi
konsep etika), etika normatif (studi penentuan nilai etika), dan etika terapan
(studi penggunaan nilai-nilai etika) (id.wikipedia.org).
Kata etika,
seringkali disebut pula dengan kata etik, atau ethics(bahasa
Inggris), mengandung banyak pengertian.
Dari segi etimologi
(asal kata), istilah etika berasal dari kata Latin “Ethicos” yang
berarti kebiasaan. Dengan demikian menurut pengertian yang asli,
yang dikatakan baik itu apabila sesuai dengan kebiasaan
masyarakat. Kemudian lambat laun pengertian ini berubah, bahwa etika adalah
suatu ilmu yang mebicarakan masalah perbuatan atau tingkah laku manusia, mana
yang dapat dinilai baik dan mana yang dapat dinilai tidak baik.
Etika juga disebut ilmu normative, maka dengan sendirinya berisi
ketentuan-ketentuan (norma-norma) dan nilai-nilai yang dapat digunakan dalam
kehidupan sehari-hari.
Dalam kamus besar
bahasa Indonesia terbitan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan (1988), etika dirumuskan
dalam tiga arti, yaitu;
1.Ilmu tentang apa
yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban moral (akhlak).
2.Kumpulan asas atau
nilai yang berkenaan dengan akhlak.
3.Nilai mengenai benar
dan salah yang dianut suatu golongan atau masyarakat.
b.
Pengertian Moral
Istilah Moral
berasal dari bahasa Latin. Bentuk tunggal kata ‘moral’ yaitu mos sedangkan
bentuk jamaknya yaitu mores yang masing-masing mempunyai arti yang sama yaitu
kebiasaan, adat. Bila kita membandingkan dengan arti kata ‘etika’, maka secara
etimologis, kata ’etika’ sama dengan kata ‘moral’ karena kedua kata tersebut
sama-sama mempunyai arti yaitu kebiasaan,adat. Dengan kata lain, kalau arti
kata ’moral’ sama dengan kata ‘etika’, maka rumusan arti kata ‘moral’ adalah
nilai-nilai dan norma-norma yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu
kelompok dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan yang membedakan hanya bahasa
asalnya saja yaitu ‘etika’ dari bahasa Yunani dan ‘moral’ dari bahasa Latin.
Jadi bila kita mengatakan bahwa perbuatan pengedar narkotika itu tidak
bermoral, maka kita menganggap perbuatan orang itu melanggar nilai-nilai dan
norma-norma etis yang berlaku dalam masyarakat. Atau bila kita mengatakan bahwa
pemerkosa itu bermoral bejat, artinya orang tersebut berpegang pada nilai-nilai
dan norma-norma yang tidak baik.
‘Moralitas’ (dari
kata sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasarnya sama dengan
‘moral’, hanya ada nada lebih abstrak. Berbicara tentang “moralitas suatu
perbuatan”, artinya segi moral suatu perbuatan atau baik buruknya perbuatan
tersebut. Moralitas adalah sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang
berkenaan dengan baik dan buruk.
2. Macam – macam Norma
Adalah suatu norma yang berdasarkan ajaran aqidah suatu agama. Norma ini bersifat mutlak yang mengharuskan ketaatan para penganutnya. Apabila seseorang tidak memiliki iman dan keyakinan yang kuat, orang tersebut cenderung melanggar norma-norma agama.
b. Norma Kesusilaan
Norma ini didasarkan pada hati nurani atau ahlak manusia. Melakukan pelecehan seksual adalah salah satu dari pelanggaran dari norma kesusilan.
c. Norma Kesopanan
Adalah norma yang berpangkal dari aturan tingkah laku yang berlaku di masyrakat. Cara berpakaian dan bersikap adalah beberapa contoh dari norma kesopanan.
d. Norma Kebiasaan (Habit)
Norma ini merupakan hasil dari perbuatan yang dilakukan secara berulang-ulang dalam bentuk yang sama sehingga menjadi kebiasaan. Orang-orang yang tidak melakukan norma ini dianggap aneh oleh anggota masyarakat yang lain. Kegiatan melakukan acara selamatan, kelahiran bayi dan mudik atau pulang kampung adalah contoh dari norma ini.
e. Norma Hukum
Adalah himpunan petunjuk hidup atau perintah dan larangan yang mengatur tata tertib dalam suatu masyarakat (negara). Sangsi norma hukum bersifat mengikat dan memaksa. Melanggar rambu-rambu lalulintas adalah salah satu contoh dari norma hukum.
3. Teori Etika ,
yaitu :
a.
Etika Hak
Teori
hak merupakan suatu aspek dari teori deontologi, karena hak berkaitan dengan
kewajiban. Bisa dikatakan, hak dan kewajiban bagaikan dua sisi dari uang logam
yang sama. Dalam teori etika dulu diberi tekanan terbesar pada kewajiban, tapi
sekarang kita mengalami keadaan sebaliknya, karena sekarang segi hak paling
banyak ditonjolkan. Biarpun teori hak ini sebetulnya berakar dalam deontologi,
namun sekarang ia mendapat suatu identitas tersendiri dan karena itu pantas
dibahas tersendiri pula. Hak didasarkan atas martabat manusia dan martabat
semua manusia itu sama. Karena itu teori hak sangat cocok dengan suasana
pemikiran demokratis.
Teori
hak sekarang begitu populer, karena dinilai cocok dengan penghargaan terhadap
individu yang memiliki harkat tersendiri. Dalam pemikiran moral dewasa ini
barangkali teori hak ini adalah pendekatan yang paling banyak dipakai untuk
mengevaluasi baik buruknya suatu perbuatan atau perilaku.
b.
Etika Keutamaan
Teori
keutamaan (virtue) memandang sikap atau akhlak seseorang. Dalam etika ini
terdapat minat khusus untuk teori keutamaan sebagai reaksi atas teori – teori
etika sebelumnya yang terlalu berat sebelah dalam mengukur perbuatan dengan
prinsip atau norma.
Etika
keutamaan adalah memandang sikap atau akhlak seseorang. Tidak ditanyakan apakah
suatu perbuatan tertentu adil, atau jujur, atau murah hati dan sebagainya.
Keutamaan bisa didefinisikan sebagai berikut : disposisi watak yang telah
diperoleh seseorang dan memungkinkan dia untuk bertingkah laku baik secara
moral. Contoh keutamaan adalah kebijaksanaan, keadilan, suka bekerja keras, dan
hidup yang baik.
c.
Etika Utilitarisme
Teori
Utilitarisme berasal dari kata Latin utilis yang berarti “bermanfaat”. Menurut
teori ini, suatu perbuatan adalah baik jika membawa manfaat, tapi menfaat itu
harus menyangkut bukan saja satu dua orang melainkan masyarakat sebagai
keseluruhan. Menurut suatu perumusan terkenal, dalam rangka pemikiran
utilitarisme (utilitarianism) criteria untuk menentukan baik buruknya suatu
perbuatan.
4.Secara umum etika dibagi menjadi 2, yaitu:
Dalam
membahas Etika sebagai ilmu yang menyelidiki tentang tanggapankesusilaan atau
etis, yaitu sama halnya dengan berbicara moral (mores). Manusia disebut etis, ialah manusia secara utuh
dan menyeluruh mampu memenuhi hajat hidupnya dalam rangka asas keseimbangan
antara kepentingan pribadi dengan pihak yang lainnya, antara
rohani dengan jasmaninya, d a n a n ta ra
se bag ai makh lu k berdiri sendiri dengan penciptanya. Termasuk di dalamnya
membahas nilai-nilai atau norma-norma yang dikaitkan dengan etika, terdapat dua
macam etika (Keraf:1991: 23), sebagai berikut:
Etika
Deskriptif
Etika
yang menelaah secara kritis dan rasional tentang sikap dan perilakumanusia,
serta apa yang dikejar oleh setiap orang dalam hidupnya sebagaisesuatu
yang bernilai. Artinya Etika deskriptif tersebut berbicara mengenai faktasecara
apa adanya, yakni mengenai nilai dan perilaku manusia sebagai suatufakta
yang terkait dengan situasi dan realitas yang membudaya. Da-patdisimpulkan
bahwa tentang kenyataan dalam penghayatan nilai atau tanpa nilaidalam suatu masyarakat yang dikaitkan dengan kondisi tertentu
memungkinkanmanusia dapat bertindak secara etis.
Etika Normatif
Etika yang menetapkan
berbagai sikap dan perilaku yang ideal dan seharusnyadimiliki oleh manusia atau apa yang seharusnya
dijalankan oleh manusia dantindakan apa yang bernilai dalam hidup ini. Jadi
Etika Normatif merupakan norma-norma yang dapat menuntun agar manusia bertindak
secara baik dan meng-hindarkan hal-hal yang buruk, sesuai dengan kaidah atau
norma yang disepakatidan berlaku di masyarakat.
Dari
berbagai pembahasan definisi tentang etika tersebut di atas
dapatdiklasifikasikan menjadi tiga (3) jenis definisi, yaitu sebagai
berikut:
•Jenis pertama,
etika
dipandang sebagai cabang filsafat yang khususmembicarakan tentang nilai baik
dan buruk dari perilaku manusia.
•Jenis kedua,
etika
dipandang sebagai ilmu pengetahuan yangmembicarakan baik buruknya perilaku
manusia dalam kehidupan bersama.Definisi tersebut tidak melihat kenyataan bahwa ada
keragaman norma,karena adanya ketidaksamaan waktu dan tempat, akhirnya
etika menjadiilmu yang deskriptif dan lebih bersifat sosiologik.
• Jenis ketiga,
etika
dipandang sebagai ilmu pengetahuan yang bersifat normatif, dan eva luatif yang hanya memberikan
nilai baik buruknya terhadap peril aku man us ia. D ala m hal ini
t idak perlu menunjukkan adanya fakta, cukup informasi,
meng anjurkan dan merefleksikan. Definisi etika ini lebih bersifat informatif,
direktif dan reflektif.
5. Mitos Bisnis Amoral
Bisnis
adalah Bisnis,bisnis tidak boleh dicampur adukkan dengan etika,demikian
beberapa ungkapan yang kadang terdengar yang menggambarkan hubungan bisnis dan
etika,inilah ungkapan yang oleh De George disebut sebagai mitos bisnis
amoral.menurut mitos ini,karena kegiatan orang bisnis adalah melakukan bisnis
sebaik mungkin untuk mendapatkan keuntungan,maka yang jadi pusat perhatian
orang bisnis adalah bagaimana memproduksi , mengedarkan,menjual dan membeli
barang dan medapatkan keuntungan.singkatnya sasaran dan tujuan bahkan tujuan
satu satunya dari sebuah bisnis adalah mendapatkan keuntungan sebesar
besarnya.atas dasar ini meuncul beberapa argument yang pada dasarnya
memperlihatkakn bahwa antara bisnis dan etika tidak ada hubungannya sama
sekalai.
Pertama,seperti
halnya judi,bisnis adalah sebuah bentuk persaingan,sebuah bentuk
persaingan semua orang yang terlibat didalamnya selalu berusaha dengan segala
macam cara dan upaya untuk bias menang.
Kedua,aturan
yang dipakai dalam permainan penuh persaingan itu berbeda dari aturan yang ada
dan dikenal dalam kehidupan sosisal pada umunya demikian pula dengan bisnis
aturan bisnis jelas berbeda dari aturan social dan moral pada umunya. Karena
itu bisnis tidak dapat dinilai dengan aturan moral dan social sebagaimana kita temukan
dalam kehidupan social.
Ketiga ,orang
bisnis yang masih mematuhi aturan moral akan berada dalam posisi yang tidak
menguntungkan ditengan persaingan yang ketat tersebut.
Jadi
bisnis dan etika adalah dua hal yang berbeda dan terpisah satu sama lain.dan
orang bisnis tidak perlu memperhatikan imbauan imbauan,norma norma dan nilai
nilai moral.
Bisnis
memang sering diibaratkan dengan judi bahkan sudah dianggap sebagai semacam
judi atau permainan penuh persaingan ketat nemun bisnis tidak sepenuhnya
seratus persen sama dengan judi atau permainan,orang bisnis memang perlu
menerapkan cara dan strategi itu harus diperhitungkan dengan matang sehingga
tidak sampai merugikan orang atau pihak lain agar pada akhirnya juga tidak
sampai merugikan diri sendii,karena dalam bisnis adalah manusiawi yang
dipertaruhkan maka cara dan strategi untuk menang pun harus manusiawi,dengan
kata lain cara dan strategi bisnis pun harus etis.
Kegiatan
bisnis adalah kegiatan manusia,bisnis dapat dan memang pada tempatnya untuk
dinilai dari sudut pandangan moral dari sudut pandang baik buruknya tindakan
bisnis manusia sejauh sebagai manusia ,persis sama seperti semua kegiatan
manusia lainnya juga dinilai dari sudut pangang moral,seperti dikatakan Richard
De George “Bisnis seperti kebanyakan kegiatan social lainnya,mengandakan suatu
latar belakang moral dan mustahil bias dijalankan tanpa ada latar belakang
moral seperti itu,,,jiaka setiap orang yang terlibat dalam bisnis pembeli,
penjual,produsen, manager, karyawan, konsumen berindak secara immoral atau
bahkan amoral maka bisnis akan segera berhenti.moralitas adalah minyak yang
menghidupkan serta lem yang merekatkan seluruh masyarakat,begitu juga bisnis.
Bisnis
bukanlah sebuah kegiatan yang dipagari atau dibentengi secara kokoh ditengah
masyarakat,dimana setiap orang yang hendak masuk kedalamnya harus menanggalkan
terlebih dahulu seemua nialai dan norma moral yang dikenalnya dalam kehidupan
social.justru sebaliknyasebagai bagian integral masyarakat nilai dan norma
moral dalam masyarakat ikut mempengaruhi praktek bisnis dan setiap orang yang
masuk kedalamnya membawa serta nilai dan norma moral tsb,atas dasar ini bisnis
yang berhasil juga sebagai besar ditentukan dan diukur berdasarkan nilai dan
norma yang berlaku dalam masyarakat itu,termasuk nilai dan norma moral.artinya
kalau mau berhasil operasi bisnis tidak hanya ditentuka oleh kiat bisnis murni
melainkan juga oleh penghayatan nilai dan norma moral social.
6. Prinsip – prinsip Etika Bisnis
Pada dasarnya, setiap pelaksanaan bisnis seyogyanya harus menyelaraskan proses bisnis tersebut dengan etika bisnis yang telah disepakati secara umum dalam lingkungan tersebut. Sebenarnya terdapat beberapa prinsip etika bisnis yang dapat dijadikan pedoman bagi setiap bentuk usaha. Sonny Keraf (1998) menjelaskan bahwa prinsip etika bisnis adalah sebagai berikut :
- Prinsip Otonomi ; yaitu sikap dan kemampuan manusia untuk mengambil keputusan dan bertindak berdasarkan kesadarannya tentang apa yang dianggapnya baik untuk dilakukan.
- Prinsip Kejujuran ; terdapat tiga lingkup kegiatan bisnis yang bisa ditunjukkan secara jelas bahwa bisnis tidak akan bisa bertahan lama dan berhasil kalau tidak didasarkan atas kejujuran. Pertama, jujur dalam pemenuhan syarat-syarat perjanjian dan kontrak. Kedua, kejujuran dalam penawaran barang atau jasa dengan mutu dan harga yang sebanding. Ketiga, jujur dalam hubungan kerja intern dalam suatu perusahaan.
- Prinsip Keadilan ; menuntut agar setiap orang diperlakukan secara sama sesuai dengan aturan yang adil dan sesuai criteria yang rasional obyektif, serta dapat dipertanggung jawabkan.
- Prinsip Saling Menguntungkan (Mutual Benefit Principle) ; menuntut agar bisnis dijalankan sedemikian rupa sehingga menguntungkan semua pihak.
- Prinsip Integritas Moral ; terutama dihayati sebagai tuntutan internal dalam diri pelaku bisnis atau perusahaan, agar perlu menjalankan bisnis dengan tetap menjaga nama baik pimpinan atau orang-orangnya maupun perusahaannya.
7. Stakeholder
Secara sederhana, stakeholder sering dinyatakan sebagai para pihak, lintas pelaku, atau pihak-pihak yang terkait dengan suatu issu atau suatu rencana. Dalam buku Cultivating Peace, Ramizes mengidentifikasi berbagai pendapat mengenai stakekholder ini. Beberapa defenisi yang penting dikemukakan seperti Freeman (1984) yang mendefenisikan stakeholder sebagai kelompok atau individu yang dapat memengaruhi dan atau dipengaruhi oleh suatu pencapaian tujuan tertentu. Sedangkan Biset (1998) secara singkat mendefenisikan stekeholder merupakan orang dengan suatu kepentingan atau perhatian pada permasalahan. Stakeholder ini sering diidentifikasi dengan suatu dasar tertentu sebagimana dikemukakan Freeman (1984), yaitu dari segi kekuatan dan kepentingan relatif stakeholder terhadap issu, Grimble and Wellard (1996), dari segi posisi penting dan pengaruh yang dimiliki mereka.
Pandangan-pandangan di atas menunjukkan bahwa pengenalan stakeholder tidak sekedar menjawab pertanyaan siapa stekholder suatu issu tapi juga sifat hubungan stakeholder dengan issu, sikap, pandangan, dan pengaruh stakeholder itu. Aspek-aspek ini sangat penting dianalisis untuk mengenal stakeholder.
Kategori Stakeholder
Berdasarkan kekuatan, posisi penting, dan pengaruh stakeholder terhadap suatu issu stakeholder dapat diketegorikan kedalam beberapa kelompok ODA (1995) mengelompkkan stakeholder kedalam yaitu stakeholder primer, sekunder dan stakeholder kunci . Sebagai gambaran pengelompokan tersebut pada berbagai kebijakan, program, dan proyek pemerintah (publik) dapat kemukakan kelompok stakeholder seperti berikut :
Stakeholder Utama (primer)
Stakeholder utama merupakan stakeholder yang memiliki kaitan kepentingan secara langsung dengan suatu kebijakan, program, dan proyek. Mereka harus ditempatkan sebagai penentu utama dalam proses pengambilan keputusan.
1.Masyarakat dan tokoh masyarakat : Masyarakat yang terkait dengan proyek, yakni masyarakat yang di identifkasi akan memperoleh manfaat dan yang akan terkena dampak (kehilangan tanah dan kemungkinan kehilangan mata pencaharian) dari proyek ini. Tokoh masyarakat : Anggota masyarakat yang oleh masyarakat ditokohkan di wilayah itu sekaligus dianggap dapat mewakili aspirasi masyarakat
2.Pihak Manajer publik : lembaga/badan publik yang bertanggung jawab dalam pengambilan dan implementasi suatu keputusan.
Stakeholder Pendukung (sekunder)
Stakeholder pendukung (sekunder) adalah stakeholder yang tidak memiliki kaitan kepentingan secara langsung terhadap suatu kebijakan, program, dan proyek, tetapi memiliki kepedulian (consern) dan keprihatinan sehingga mereka turut bersuara dan berpengaruh terhadap sikap masyarakat dan keputusan legal pemerintah.
1.lembaga(Aparat) pemerintah dalam suatu wilayah tetapi tidak memiliki tanggung jawab langsung.
2.lembaga pemerintah yang terkait dengan issu tetapi tidak memiliki kewenangan secara langsung dalam pengambilan keputusan.
3.Lembaga swadaya Masyarakat (LSM) setempat : LSM yang bergerak di bidang yang bersesuai dengan rencana, manfaat, dampak yang muncul yang memiliki “concern” (termasuk organisasi massa yang terkait).
4.Perguruan Tinggi: Kelompok akademisi ini memiliki pengaruh penting dalam pengambilan keputusan pemerintah.
5.Pengusaha(Badan usaha) yang terkait.
Stakeholder Kunci
Stakeholder kunci merupakan stakeholder yang memiliki kewenangan secara legal dalam hal pengambilan keputusan. Stakeholder kunci yang dimaksud adalah unsur eksekutif sesuai levelnya, legisltif, dan instansi. Misalnya, stekholder kunci untuk suatu keputusan untuk suatu proyek level daerah kabupaten.
1.Pemerintah Kabupaten 2.DPR Kabupaten 3.Dinas yang membawahi langsung proyek yang bersangkutan.
8. Etika Utilitarianisme
Dikembangkan pertama kali oleh Jeremi Bentham (1748-1832). Adalah
tentang bagaimana menilai buruknya suatu kebijaksanaan sosial politik, ekonomi
dan legal secara moral.
· Manfaat
· Manfaat terbesar
· Manfaat terbesar bagi
sebanyak mungkin orang
Nilai Positif Etika Utilitarianisme
· Rasionalitas
· Utilitarianisme
sangat menghargai kebebasan setiap pelaku moral
· Universalitas.
Kelemahan Etika Utilitarianisme
· Manfaat merupakan
konsep yang begitu luas
· Etika ini tidak
pernah menganggap serius nilai suatu tindakan pada dirinya sendiri.
· Tidak pernah
menganggap serius kemauan seseorang.
· Variabel yang dinilai
tidak semuanya dapat dikualifikasi.
· Jika ketiga kriteria
etika bertentangan maka akan ada kesulitan dalam menentukan prioritas diantara ketiganya.
· membenarkan hak kelompok minoritas tertentu dikorbankan demi kepentingan
mayoritas.
9.a. Syarat bagi tanggung jawab moral :
Pertama, tanggung jawab mengandaikan bahwa suatu tindakan dilakukan dengan sadar dan tahu. Tanggung jawab hanya bisa dituntut dari seseorang kalau ia bertindak dengan sadar dan tahu mengenai tindakannya itu serta konsekuensi dari tindakannya. Kalau seseorang tidak tahu mengenai baik dan buruknya secara moral, dia dengan sendirinya tidak bisa punya tanggung jawab moral atas tindakanya.
Kedua, tanggung jawab juga mengandaikan adanya kebebasan pada tempat pertama. Artinya, tanggung jawab hanya mungkin relevan dan dituntut dari seseorang atas tindakanya itu dilakukan secara bebas. Ini berarti orang tersebut melakukan tindakan itu bukan dalam keadaan dipaksa atau terpaksa. Ia sendiri secara bebas dan suka rela melakukan tindakan itu. Jadi, kalau seseorang terpaksa atau dipaksa melakukan suatu tindakan, secara moral ia tidak bisa dituntut bertanggung jawab atas tindakanya itu.
Ketiga, tanggung jawab juga mensyaratkan bahwa orang yang melakukan tindakan tertentu memang mau melakukan tindakan itu. Ia sendiri mau dan bersedia melakukan tindakan itu.
b. Status Perusahaan
Terdapat dua pandangan ( Richard T. De George, Business Ethics, hlm. 153), yaitu :
· Legal-creator
· Legal-recognition
c. Argumen yang mendukung dan menentang perlunya keterlibatan sosial perusahaan.
Argument yang mendukung perlunya keterlibatan sosial perusahaan:
· Kebutuhan dan harapan masyarakat yang semakin berubah
· Terbatasnya SDA
· Lingkungan sosial yang lebih baik
· Perimbangan tanggung jawab dan kekuasaan
· Bisnis mempunyai sumber daya yang berguna
· Keuntungan jangka panjang
Argument yang menentang perlunya keterlibatan sosial perusahaan:
· Tujuan utama bisnis adalah mengejar keuntungan sebesar-besarnya
· Tujuan yang terbagi-bagi dan harapan yang membingungkan
· Biaya keterlibatan sosial
· Kurangnya tenaga terampil di bidang kegiatan sosial.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar